Kelompok 11: Kebiasasajaan yang Menyenangkan


“Eh, kita kelompok berapa, ya?”

“Nama aplikasinya apa, ya?”

“Pokoknya gitu. Mantap!”

Itu adalah beberapa kalimat yang saya ingat betul dari kelompok ini. Ya, kesannya memang tidak ada keseriusan sama sekali, tapi bagi saya di situlah letak menyenangkannya. Mengingat saya termasuk individu yang begitu malas jika berada dalam situasi serius dan mesti serius. Sebab, kondisi tersebut tak membantu saya dalam menyelesaikan apapun, kecuali satu: rangkaian umpatan yang bisa jadi akan sama panjangnya dengan kesabaran fans Liverpool untuk melihat klub favoritnya memenangkan trofi. Sederhananya, kalau bisa beli bola, ngapain mesti rebutan bola di lapangan. Kalimat barusan saya ilhami dari tokoh serial komik favorit saya: Nobi Nobita.

Mungkin sebelum menulis banyak tentang kelompok ini, saya harus berterima kasih terlebih dahulu kepada dua rekan saya, Dhona dan Khaira. Terima kasih atas kerja samanya, ya. Dan tetap semangat ya, generasi optimis!

Sebenarnya saya ingin menulis teks ini dengan format kronologis. Namun, karena ingatan saya soal waktu dan hal-hal sekitarnya agak buruk maka saya mencoba menuliskannya dalam bentuk sesuka saya. Misal, mungkin nanti saya akan menceritakan pertemuan pertama kelompok kami dengan analogi pertemuan Awkarin dengan malaikat Izrail di acara YouTube Fan Fest, serba curiga dan kaku atau jika menggunakan terminologi kekinian, mungkin pas jika disebut awkward moment lah. Atau menuliskan lucunya Dhona yang mesti memastikan bahwa ukuran laptop saya memang lebih besar daripada laptop miliknya, mengingat ia terlihat begitu menyedihkan ketika salah-salah ketika mengetik menggunakan laptop saya—sebagai catatan keyboard laptop saya terdapat number pad seperti keyboard pc dekstop—pada pertemuan pertama kelompok kami. Atau menuliskan briliannya ide Khaira dengan mengopi tatacara penulisan iklan baris di koran-koran garda samping yang sempat nangkring di meja ruang tamu rumah orangtua saya tujuh atau delapan tahun yang lalu.

Ya, pokoknya sesuka saya lah. Jangan protes.

Setelah saya mengecek histori percakapan kami di grup “Outline” di WhatsApp, pertemuan pertama kelompok kami dihelat pada tanggal 17 Oktober 2016, pukul 19.00 bertempat di Kantin Parma. Informasi itu saya sadur dari arahan Khaira. Pada saat membaca pesan tersebut yang di pikiran saya cuma satu: pokoknya ngikut manusia satu ini saja deh, biar berkah. Tak sia-sia memang, kelompok kami banyak ngalap berkah. Misalnya, soal ide yang dibawa Khaira, saya dan Dhona iya iya saja setelah ia selesai memaparkan idenya. Hasilnya, ide tersebut diterima dengan baik oleh Bapak Heru, meski ada catatan. Tak apa. Itu adalah salah satu contoh betapa baiknya kelompok kami ketika ada Khaira. Saya tidak akan membayangkan seperti apa jadinya kelompok ini tanpa Khaira. Sungguh, saya mending nonton Leviathan diulang empat kali daripada membayangkan hal itu. Sila tanyakan ini pada Dhona. smh

Berhubung Khaira adalah simbol keberkahan di kelompok kami, maka tugas beliau selanjutnya adalah menyusun daftar pertanyaan survei dan saya yang membuat formulirnya. Masih perlu alasan mengapa beliau yang menyusun daftar pertanyaannya?

Mengenai pembuatan paper, saya mendapat porsi untuk mengisi bagian android, memberikan gambaran sedikit soal itu, dan membuat desain aplikasi. Saya sih senang saja, paling tidak bisa bernostalgia ke masa di mana ketika memiliki rambut panjang bakal dipangkas langsung oleh tukang cukur yang telah bersiap di belakang pos satpam atau nangkring di kantin ketika pelajaran Seni Budaya sambil membahas satu topik penting saat itu: siapa sebenarnya Alfred? (Alfred adalah nama yang secara serampangan kami berikan kepada kucing kantin yang suaranya begitu lirih dan menyayat hati), atau membuat dan menyebarkan stiker heroik bertuliskan, “AKU DIPAKSA CUKUR!” (yang diplesetkan dari judul lagu milik band metalcore asal Wonogiri, Sisi Selatan yang berjudul Aku Dipaksa Mati) bersama teman-teman sepernangkringan saya. Kemudian, bagian terpenting dari semuanya, menyusun data-data yang ada menjadi sebuah tulisan utuh berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Dhona. Ibarat pemancing andal, sekali menghirup bau laut baik-baik, ia langsung tahu ke arah mana harus melempar kailnya hanya untuk kemudian berteriak, “STRIKKEEEE!!” Meskipun sejujurnya, saya kurang tahu apakah pemancing andal memang sesakti itu, tapi percayalah Dhona sesakti itu.

Sudah bisa dibayangkan bagaimana kerja sama yang begitu apik dapat diperagakan oleh kelompok kami?

***

Sebagai penutup, saya ingin membuat pengakuan. Saya tidak percaya klenik, tapi keberkahan Khaira adalah nyata dan kesaktian Dhona adalah sebuah keniscayaan. Jadi, teruntuk Dhona dan Khaira, sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kerja samanya.

Menjura!

Catatan:
AKN 5CKel11 AplPerpus OLib Th2016. Kondisi mantap.

Leave a reply